Minggu, 30 November 2008

Manajemen


Jabatan Nama Tanggal Menjabat
Presiden Komisaris TEDDY GUNAWAN 02 Mei 2008
Komisaris DR. HARIJANTO MM. 02 Mei 2008
Direktur TEGUH YENATAN. SE 02 Mei 2008
Presiden Direktur TJANDRA MINDHARTA GOZALI 02 Mei 2008
KOMITE AUDIT (ANGGOTA) Dra. Liviana, MM 02 Mei 2008
KOMITE AUDIT (KETUA) Drs Henky Kurniadi 02 Mei 2008
Komisaris Independen Drs Henky Kurniadi 02 Mei 2008
Direktur Aprianto Soesanto 02 Mei 2008
KOMITE AUDIT (ANGGOTA)
ANAYANI, SE. 02 Mei 2008

Pemegang Saham


Nama Tanggal Kepemilikan Pemegang Saham 5% atau Lebih
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 30 Nov 2007 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 31 Des 2007 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 31 Jan 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 29 Feb 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 31 Mar 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 30 Apr 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 31 Mei 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 30 Jun 2008 24
PT.SURYA MEGA INVESTINDO 31 Jul 2008 24
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 30 Nov 2007 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 31 Des 2007 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 31 Jan 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 29 Feb 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 31 Mar 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 30 Apr 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 31 Mei 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 30 Jun 2008 56
YUH FONG INDUSTRIAL CO. LTD 31 Jul 2008 56


Tot.Current Asset NWC NOWC CCC
2004 17145781960 17102701030 5173486135 44.25 hari
2005 3796630291 -48801083460 3751156367 ~
2006 7174399726 -43593898740 4129405265 81.187 hari
2007 51117017030 -52944991370 -2642783861 260.543 hari
Analisis Manajemen Modal Kerja Perusahaan

Manajemen modal kerja bertujuan untuk mengelola masing-masing pos aktiva lancar dan hutang lancar sedemikian rupa sehingga jumlah Net Working Capital (NWC) yang diinginkan tetap dapat dipertahankan. NWC/ modal kerja bersih merupakan selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Selama aktiva lancar melebihi jumlah hutang lancar maka perusahaan memiliki jumlah modal kerja bersih tertentu, dimana jumlah ini sangat ditentukan oleh jenis usaha perusahaan.
Dalam penggunaan NWC, jika semakin besar kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hal ini berarti bahwa. Aktiva lancar merupakan sumber-sumber penerimaan kas dan hutang lancar adalah sumber-sumber pengeluaran kas.
Dari jumlah NWC PT.FMI seperti yang tertera dalam tabel diatas, total NWC yang dimiliki semakin menurun dari tahun ketahun. Dapat kita lihat pada tahun 2004 jumlah NWC yang dimiliki adalah sejumlah Rp 17.102.701.030. sedangkan ditahun 2005 NWC PT.FMI turun drastis menjadi minus Rp 48.801.083.460. Ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan modal kerja bersih. Sedangkan, ditahun 2006 terjadi sedikit peningkatan namun total modal kerja bersih yang dimiliki tetap minus yaitu senilai minus Rp 43.593.898.740. Dan tahun 2007 modal kerja yag dimiliki semakin menurun menjadi minus Rp 52.944.991.370. Dari hasil NWC tersebut dapat diketahui bahwa aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tidak mampu menutupi hutang lancar yang dimiliki. Semakin kecil jumlah NWC yang dimiliki maka semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan karena jika semakin besar NWC maka semakin likuid keadaan perusahan tersebut.
Kondisi yang sama juga terjadi pada NOWC PT.FMI. Dari tahun ketahun NOWC yang dimiliki semakin menurun. NOWC merupakan aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar yang tidak dikenakan bunga dan seringkali terdiri dari kas dan sekuritas, piutang dan persediaan, dikurang hutang dagang dan kewajiban akrual. NOWC digunakan untuk melihat bagaimana hutang lancar digunakan untuk, membiayai aktiva lancar. Faktor penting yang cukup mempengaruhi adalah jumlah pembelanjaan jangka pendek yang terbatas.
NOWC PT.FMI ditahun 2004 senilai Rp 5.173.486.135, tahun 2005 senilai Rp3.751.156.367, tahun 2006 senilai Rp 4.129.405.265, dan tahun 2007 senilai minus Rp 2.642.783.861. Hasil ini menunjukkan semakin menurunnya kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva lancar dan hutang lancar dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan modal kerja untuk kegiatan operasi yang dimiliki dari tahun ke tahun pun semakin sedikit. Hal ini dapat berpengaruh pada profitabilitas perusahaan, karena semakin sedikit modal kerja operasi yang dimiliki semakin terbatas pula kemampuan perusahaan untuk melakukan kegiatan operasinya.
Secara garis besar, melihat kondisi jumlah NWC maupun NOWC PT.FMI yang cenderung semakin menurun setiap tahunnya selama kurun waktu 4 tahun tersebut, dimana hal ini mengartikan bahwa jumlah aktiva lancar yang dimiliki ternyata tidak cukup besar untuk menutup hutang lancarnya, maka dapat dikatakan PT.FMI berada pada tingkat keamanan (margin or safety) yang kurang memuaskan. Hal ini tentu harus mendapat perhatian yang lebih oleh managemen perusahaan PT.FMI, sebab bila perusahaan tidak dapat mempertahankan ”tingkat modal kerja yang memuaskan” , maka akan ada kemungkinan perusahaan dapat berada dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo), dan bahkan mugkin terpaksa harus dilikuidasi (bangkrut).
CCC (Cash Convertion Cycle) dari suatu perusahaan merupakan jangka waktu yang diperlukan sejak perusahaan mengeluarkan uang kas untuk membeli bahan-bahan mentah sampai dengan pengumpulan hasil penjualan barang jadi yang dibuat dengan bahan mentah tersebut. Semakin singkat siklus konversi kas maka hal ini akan memperlancar kegiatan operasi perusahaan. Pada PT.FMI waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi kas kembali ditahun 2004 adalah 44,25 hari, ditahun 2005 adalah ~ , 2006 adalah 81,187 hari, dan tahun 2007 adalah 260,543 hari. Siklus konversi kas di PT.FMI dari tahun ke tahun semakin panjang, hal ini menyebabkan jumlah kas yang dimiliki semakin sedikit yang dapat digunakan untuk modal kerja perusahaan, sehingga semakin tinggi pendanaan eksternal dan semakin besar biaya yang dibutuhkan. Siklus konversi kas dapat dipersingkat dengan cara :
1. Mengurangi periode persediaan dengan memproses dan menjual barang secara lebih cepat.
2. Mengurangi periode penerimaan piutang dan mempercepat penagihan
3. Memperpanjang periode penangguhan hutang dengan memperlambat pembayarannya.






K E S I M P U L A N
NWC/ modal kerja bersih merupakan selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Total NWC yang dimiliki semakin menurun dari tahun ketahun. Dapat kita lihat pada tahun 2004 jumlah NWC yang dimiliki adalah sejumlah Rp 17.102.701.030. sedangkan ditahun 2005 NWC PT.FMI turun drastis menjadi minus Rp 48.801.083.460. Ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan modal kerja bersih. Sedangkan, ditahun 2006 terjadi sedikit peningkatan namun total modal kerja bersih yang dimiliki tetap minus yaitu senilai minus Rp 43.593.898.740. Dan tahun 2007 modal kerja yag dimiliki semakin menurun menjadi minus Rp 52.944.991.370. Dari hasil NWC tersebut dapat diketahui bahwa aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tidak mampu menutupi hutang lancar yang dimiliki.
Kondisi yang sama juga terjadi pada NOWC PT.FMI. Dari tahun ketahun NOWC yang dimiliki semakin menurun. NOWC PT.FMI ditahun 2004 senilai Rp 5.173.486.135, tahun 2005 senilai Rp3.751.156.367, tahun 2006 senilai Rp 4.129.405.265, dan tahun 2007 senilai minus Rp 2.642.783.861. Hasil ini menunjukkan semakin menurunnya kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva lancar dan hutang lancar dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan modal kerja untuk kegiatan operasi yang dimiliki dari tahun ke tahun pun semakin sedikit.
CCC (Cash Convertion Cycle) dari suatu perusahaan merupakan jangka waktu yang diperlukan sejak perusahaan mengeluarkan uang kas untuk membeli bahan-bahan mentah sampai dengan pengumpulan hasil penjualan barang jadi yang dibuat dengan bahan mentah tersebut. Semakin singkat siklus konversi kas maka hal ini akan memperlancar kegiatan operasi perusahaan. Pada PT.FMI waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi kas kembali ditahun 2004 adalah 44,25 hari, ditahun 2005 adalah ~ , 2006 adalah 81,187 hari, dan tahun 2007 adalah 260,543 hari. Siklus konversi kas di PT.FMI dari tahun ke tahun semakin panjang, hal ini menyebabkan jumlah kas yang dimiliki semakin sedikit yang dapat digunakan untuk modal kerja perusahaan, sehingga semakin tinggi pendanaan eksternal dan semakin besar biaya yang dibutuhkan.





















2004
Total Current Asset = 17.145.781.960
NWC = Aktiva lancar – Hutang Lancar
= 17.145.781.960 – 43.080.926
= 17.102.701.030
NOWC = ( Kas + persediaan + piutang Dagang ) – ( pembayaran yang di tunda + Utang Dagang )
= (236.666.576 +676.214.413 +4.287.747.197 ) – (1.525.850 + 25.616.301 )
= 5.200.628 – 27.142.151
= 5.173.486.135

2005
Total Current Asset = 3.796.630.291
NWC = Aktiva Lancar – Hutang Lancar
= 3.796.630.291 – 52.597.713.750
= - 48.801.083.460
NOWC = ( 3.776.534.636 + 0 +0 ) –( 11.978.018 + 13.400.251 )
= 3.776.534.636 – 25.378.269
= 3.751.156.367

2006
Total current Asset = 7.174.399.726
NWC = 7.174.399.726 – 50.768.298.474
= - 43.593.898.740
NOWC = (228.697.195 + 0 +4.878.472.584 ) – (811.865.014 + 165.899.500 )
= 5.107.169.779 – 977.764.514
= 4.129.405.265

2007
Total Current Asset = 51.117.017.030
NWC = 51.117.017.030 – 104.062.008.450
= - 52.994.991.370
NOWC = ( 762.514.537 + 0 + 5.835.557.426 ) – ( 2.245.639.394 + 6.995.216.430 )
= 6.598.071.963 – 9.240.855.824
= - 2.642.783.861
CCC =
2004 =
= 6,029 hari+ 38,.23 hari – 0,00046 hari
= 44,25 hari
2005 =
= 0 + 0 - ~
= ~
2006 =
= 0 + 81, 2 hari – 0,013 hari
= 81,187 hari
2007 =
= 0 + 262,39 hari – 1,847
= 260,543 hari.

Minggu, 09 November 2008

Sabtu, 08 November 2008

ANALISIS STRUKTUR MODAL

ANALISIS

Kurva diatas ini menunjukkan hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan PT. FMII dari tahun 2004 hingga tahun 2007. Untuk menciptakan kelangsungan hidup jangka panjang dari perusahaan, perusahaan harus menghindari penggunaan hutang. Pada umumnya, perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar cenderung menggunakan hutang yang relatif besar, karena aktiva tersebut digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman. Hal ini terjadi pada PT.FMII, karena perusahaan ini bergerak dibidang property, real-estate and building.
Sesuai dengan Pecking Order Theory, grafik diatas menunjukan adanya hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Ketika perusahaan membutuhkan lebih banyak modal untuk investasi, maka pilihan pertama adalah menggunakan sumber dana internal (internal financing) berupa laba ditahan. Akan tetapi apabila internal financing tidak mencukupi maka perusahaan akan menggunakan external financing berupa hutang terlebih dahulu ataupun kemudian penerbitan saham baru selaku alternatif terakhir.
Secara konsep rata – rata harga saham dapat menunjukkan nilai dari perusahaan. Jika harga saham dari suatu perusahaan tinggi, maka nilai dari perusahaan tersebut juga tinggi sehingga pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang rendah.
Dari tahun 2004 hingga tahun 2007 penggunaan hutang untuk pendanaan dalam perusahaan cenderung tidak stabil, hal ini dapat dilihat pada kurva diatas, terjadi pergolakan yang cukup drastis antara tahun 2005 hingga 2007, rata – rata harga saham pun mengalami hal yang sama.
Rata – rata harga saham ditahun 2004 adalah senilai Rp 67,51908 dan D/E ratio sejumlah 0,04%. Sedangkan di tahun 2005 harga saham PT.FMII senilai Rp 60,34615 dan D/E ratio sejumlah 55,74%. Terjadinya perbedaan yang cukup menonjol dari segi D/E ratio ini, menunjukkan modal yang dimiliki PT.FMII yang berasal dari hutang mengalami peningkatan yang cukup tajam dan rata – rata harga saham pun menurun.
Pada tahun 2006, rata –rata harga saham PT.FMII terus mengalami penurunan menjadi Rp 44,89754 dan pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang pun ikut menurun dengan ratio senilai 52,32%. Kelompok berasumsi bahwa, mungkin saja modal perusahaan ini berasal dari pembayaran piutang perusahaan ataupun dari penjualan asset perusahaan, atau dapat pula dikarenakan faktor – faktor lain diluar hutang ataupun saham perusahaan.
Pada tahun 2007, rata – rata harga saham PT.FMII mengalami peningkatan yang cukup tajam, yaitu menjadi 76,53275 dan pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang pun ikut meningkat, D/E ratio perusahaan menjadi 63,07%. Nilai presentase ini juga menunjukkan kondisi yang berada diluar ketentuan yang ideal. Dimana semestinya ketika harga saham naik, maka presentase D/E ratio pun akan menurun. Dengan kata lain ketika harga saham penutupan naik mengindikasikan bahwa jumlah modal perusahaan yang berasal dari hutang pun semakin menurun. Padahal kondisi perusahaan yang digambarkan dari grafik diatas dimana ketika harga saham naik menjadi Rp 76,53275, D/E justru ikut mengalami kenaikan. Kami berasumsi bahwa, hal ini mungkin saja disebabkan oleh faktor yang sama seperti yang terjadi pada tahun 2006. Akan tetapi secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang mengalami peningkatan, walaupun sempat pula mengalami penurunan antara tahun 2005 – 2006.